Mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah, Lhokseumawe.
Dalam pandangan Islam, belajar bukan sekadar menambah pengetahuan, melainkan juga menumbuhkan nilai moral dan tanggung jawab sosial. Ilmu yang sejati bukan diukur dari banyaknya pengetahuan yang dikuasai, tetapi dari sejauh mana ilmu itu membawa manusia menuju kebaikan dan kedekatan dengan Allah SWT.
Inilah yang disebut aksiologi Islam, yakni ilmu yang membahas nilai, manfaat, serta tujuan pengetahuan agar tidak kehilangan arah dan makna.
Islam menegaskan bahwa pengetahuan yang baik harus berpihak pada kebenaran, kemaslahatan, dan kemanusiaan.
Secara filosofis, aksiologi berarti "ilmu tentang nilai", yakni refleksi terhadap apa yang dianggap benar, baik, dan bermanfaat. Didalam Islam, ilmu dan nilai tidak dapat dipisahkan. Setiap pengetahuan seharusnya menumbuhkan keimanan serta memberi manfaat bagi sesama.
Imam Al-Ghazali pernah menegaskan, “Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan.” Kutipan ini menegaskan bahwa ilmu bukan sekadar teori atau hafalan, melainkan amanah yang harus diimplementasikan dengan penuh tanggung jawab moral.
Ketika Iman dan Akal Menyatu
Islam tidak pernah menolak kemajuan ilmu. Sebaliknya, sejarah mencatat bahwa peradaban Islam mencapai puncak kejayaan karena para ilmuwan Muslim mampu menyatukan akal dan iman.
Tokoh tersebut seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, dan Al-Kindi menjadi bukti bahwa ilmu dapat berkembang pesat tanpa kehilangan spiritualitas. Mereka meneliti bukan hanya dengan logika, tetapi juga dengan hati yang tunduk kepada Sang Pencipta.
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas (1980), tujuan utama pendidikan Islam adalah "Menanamkan adab, yaitu pengenalan dan pengakuan terhadap tempat yang benar bagi segala sesuatu". Artinya, penguasaan ilmu harus diimbangi dengan pemahaman nilai agar tidak melahirkan generasi yang cerdas namun kehilangan arah moral.
Dalam ajaran Islam, pencari ilmu memikul tanggung jawab besar, tidak hanya kepada dirinya sendiri, tetapi juga kepada masyarakat. Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga," (HR. Muslim).
Namun jalan menuju surga itu bukan hanya tentang gelar akademik atau hafalan teori, melainkan tentang adab, keikhlasan, dan kerendahan hati. Seorang ilmuwan sejati tidak merasa paling tahu. Karena baginya semakin tinggi pohon ilmu, semakin rendah pula ia menunduk. Sebab, ilmu yang disertai kesombongan hanya akan melahirkan kebodohan baru.
Aksiologi Islam mengajarkan bahwa ilmu tanpa nilai akan kehilangan makna. Pengetahuan sejati adalah yang membawa manusia semakin dekat kepada Allah dan semakin peka terhadap penderitaan sesama. Pada akhirnya, ilmu bukan tentang siapa yang paling banyak tahu, tetapi siapa yang paling banyak memberi manfaat.
Karenanya, setiap Muslim hendaknya belajar bukan sekadar untuk pintar, tetapi agar ilmu yang dimiliki bernilai bagi diri sendiri, bagi masyarakat, dan tentu saja, bagi Allah SWT.







Social Header