![]() |
Suasana Seminar Nasional The Power of Teaching berlangsung di Aula Universitas Islam Aceh, Paya Lipah, Bireuen (31/5). |
BIREUEN – Ratusan guru bersertifikasi dari jenjang SMA, SMK, dan SLB se-Kabupaten Bireuen mengikuti Seminar Nasional The Power of Teaching berlangsung di Universitas Islam Aceh, Paya Lipah, pada Sabtu, 31 Mei 2025.
Acara yang dibuka langsung oleh Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) Pendidikan Bireuen, Abdul Hamid, S.Pd., M.Pd, yang juga turut menjadi narasumber, mengangkat tema “Menjadi Guru Berpengaruh dan Inspiratif dalam Mengajar dengan Pendekatan Deep Learning”.
Seminar ini diselenggarakan oleh GRAPENSI, sebuah lembaga yang beralamat di Jalan Bambu Apus Raya No.1, Cipayung, Jakarta Timur.
Namun di balik semarak kegiatan tersebut, terdapat peserta mengeluhkan pungutan biaya pendaftaran yang dinilai memberatkan.
Penyelenggaraan tersebut memunculkan sorotan dari sejumlah guru peserta yang merasa seminar ini dipaksakan, terutama karena adanya kewajiban membayar uang pendaftaran sebesar Rp250.000 per orang.
"Kami merasa seminar ini seperti hanya kedok untuk mencari keuntungan pihak tertentu. Kami guru di bawah naungan Cabdin merasa terpaksa ikut karena tidak berani menolak ajakan tersebut. Apalagi seperti saya hampir pensiun," ungkap seorang peserta yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Ia juga menyayangkan fasilitas yang diberikan panitia seminar. Menurutnya, para peserta hanya menerima satu lembar sertifikat, kudapan ringan, dan makan siang.
Sementara fasilitas lain yang lazim ditemukan dalam seminar nasional seperti tas seminar, alat tulis kantor (ATK), hingga daftar hadir pun tidak disediakan.
"Biasanya ada tas dan ATK dari panitia, tapi ini tidak ada sama sekali. Bahkan untuk absen pun tidak tersedia. Kegiatan ini lebih mirip bimbingan teknis, bukan seminar nasional," keluhnya.
Lebih lanjut, peserta tersebut menambahkan bahwa acara dijadwalkan berlangsung selama dua hari, namun hari kedua akan dilakukan secara daring melalui Zoom.
Ada pula peserta yang lain seperti kebingungan, apakah seminar tersebut benar-benar dimaksudkan untuk peningkatan mutu guru atau sekadar ajang mencari keuntungan ? Ungkapnya bertanya-tanya.
Pasalnya, finansial yang dibebankan kepada peserta tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh, terutama dalam konteks penyelenggaraan yang dinilai kurang memadai.
Kegiatan yang seharusnya menjadi wadah peningkatan profesionalisme guru ini justru menyisakan rasa kecewa dan pertanyaan akan urgensinya.
"Biasanya ada tas dan ATK dari panitia, tapi ini tidak ada sama sekali. Bahkan untuk absen pun tidak tersedia. Kegiatan ini lebih mirip bimbingan teknis, bukan seminar nasional," keluhnya.
Lebih lanjut, peserta tersebut menambahkan bahwa acara dijadwalkan berlangsung selama dua hari, namun hari kedua akan dilakukan secara daring melalui Zoom.
Ada pula peserta yang lain seperti kebingungan, apakah seminar tersebut benar-benar dimaksudkan untuk peningkatan mutu guru atau sekadar ajang mencari keuntungan ? Ungkapnya bertanya-tanya.
Pasalnya, finansial yang dibebankan kepada peserta tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh, terutama dalam konteks penyelenggaraan yang dinilai kurang memadai.
Kegiatan yang seharusnya menjadi wadah peningkatan profesionalisme guru ini justru menyisakan rasa kecewa dan pertanyaan akan urgensinya.
Hingga berita ini tayang belum ada keterangan resmi dari pihak penyelenggara kegiatan.
Saat dikonfirmasi semenjak di lokasi acara hingga si warung makan, Akmal yang disebut-sebut sebagai Ketua penyelenggara seminar dimaksud dan Abdul Hamid selaku Kacabdin Wilayah Bireuen saling 'melempar bola' seperti enggan menanggapi. (Ism)
Social Header