RJ Penggelapan Sepeda Motor di Kejari Bireuen Disetujui Jampidum Jaksa Agung

Prosesi Restorative Justice yang dilakukan Kejaksaan Negeri Bireuen terhadap Perkara penggelapan sepeda motor.
Bireuen - Permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan atau Restorative Justice (RJ) yang dilakukan Kejaksaan Negeri Bireuen terhadap Perkara penggelapan sepeda motor disetujui Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr.Fadil zumhana menyetujui (RJ), Selasa, 04 April 2023.

Kepada Kejari Bireuen, JAM-Pidum memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen Munawal Hadi SH MH kepada awak media menerangkan hal dimaksud disetujui JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana didampingi Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, dan Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen setelah memimpin ekspose virtual perkara tersebut.

Diuraikan Kajari Bireuen, perkara yang menimpa M. Reza Bin M. Yusuf tersebut terjadi pada Senin tanggal 02 Januari 2023.

Karena perbuatannya, tersangka disangka telah melanggar Pasal 372 KUHPidana yang berbunyi bahwa Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tanganya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan sebab telah dilaksanakan proses perdamaian. Dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Berikutnya tersangka pum belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

Selain itu, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun serta tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pungkas Kajari. (*)

Cari Blog Ini

© Copyright 2022 - LENTERA NASIONAL