JAGUAR MALU


-------

Tiba-tiba saya ketemu mobil Jaguar ini lagi.  Setelah berpisah hampir 10 tahun. Mobil mewah yang membuat saya malu.

-------

Saya kenal mobil ini 23 tahun lalu: Jaguar Type S. Keluaran tahun 2000. Tidak hanya kenal. Tapi kenal banget. Sebab saya yang mengurus pengadaannya. Dibeli di main dealer Jaguar di Slipi, Jakarta Barat.


Rupanya mobil ini sekarang ada di Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin, Takeran. Sudah dikonversi pula menjadi mobil listrik. Namanya pun diubah menjadi Jag-EV.

Baca Disway: Jag-EV


Saya masih ingat. Begitu dapat plat nomor polisi, mobil itu segera saya kirimkan ke Surabaya untuk orang yang memesannya: Pak Dahlan Iskan, boss Jawa Pos (saat itu).


Lima tahun kemudian, mobil berwarna ‘biru telur asin’ itu dikirim lagi di Jakarta. Hanya dipakai Pak Dahlan kalau bertugas di Ibukota.


Sebagai orang yang mendapatkan, ingin rasanya saya mencoba menaiki mobil itu. Hanya ingin menjawab rasa penasaran saja. Apa bedanya dengan menyetir mobil Isuzu Panther, kendaraan harian saya.


Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Kesempatan itu akhirnya datang. Pak Dahlan mengirim pesan melalui Black Berry Messenger (BBM). Ia minta dijemput di Bandara Soekarno Hatta. ‘’Pakai Jaguar saja,’’ katanya.


Saya pun berangkat dengan kegembiraan yang membuncah. Sepanjang perjalanan saya mencoba menikmati kemewahan mobil itu. Memang beda rasanya dengan naik Isuzu Panther. Terutama soal kebanggaannya.


Sengaja saya buka jendela. Walau AC mobil menyala. Saya tahu mobil ini menjadi perhatian banyak orang. Zaman itu, tak banyak yang punya Jaguar. Mobil mewah yang sudah umum hanya Mercy, Volvo dan BMW.


Saya tiba di Bandara Soekarno Hatta satu jam sebelum Pak Dahlan mendarat. Saya sengaja menunggu di dekat mobil. Biar dikira pemiliknya.


Ternyata saya salah besar. Seorang petugas parkir menghampiri saya dan menyapa. ‘’Sedang menjemput boss Pak?’’ tanyanya.


Pertanyaan itu sontak membuat saya kaget. Sungguh tidak terbayangkan akan orang yang bertanya seperti itu. Bayangan saya, orang-orang akan kagum: Ada orang bertampang ndeso tapi mobilnya Jaguar. Faktanya: Orang-orang ternyata mempersepsikan saya hanya sopir Jaguar yang menjemput bossnya.


Bangga yang berlebihan ternyata bisa bikin sombong. Tukang parkir itulah yang menyadarkan saya.


Dengan perasaan malu, saya akhirnya menjawab, ‘’Iya, boss baru mendarat satu jam lagi.’’


Pengalaman itu saya ceritakan kepada Pak Dahlan dalam perjalanan ke Jakarta. Pak Dahlan pun tertawa terpingkal-pingkal. ‘’Kapok saya, lain kali saya jemput Pak Dahlan pakai Panther saja.’’ kata saya.


Ternyata tidak mudah menjadi orang kaya. Flexing dengan mobil Jaguar tidak cukup. Tampang dan penampilan harus mendukung.


Sejak itu saya bertekat tidak akan menyetir Jaguar itu lagi. 


Isuzu Panther lebih sesuai untuk wajah dan penampilan saya yang ndeso.(jto)


Follow Instagram Disway Mojokerto untuk

Foto dan videonya... Klik



Cari Blog Ini

© Copyright 2022 - LENTERA NASIONAL