Tuntutan JPU Terlalu Ringan Terhadap Pelaku Penganiaya Jurnalis. Ada Apa ?

Persidangan ketiga (pembacaan tuntutan) oleh JPU, di Pengadilan Negeri Meureudu (10/04).
PIDIE JAYA - Perkara Penganiayaan terhadap Jurnalis CNN Indonesia TV di Kabupaten Pidie Jaya beberapa waktu lalu kini sampai pada Persidangan ketiga (pembacaan tuntutan) oleh JPU.

Tuntutan tersebut dibacakan JPU, di Pengadilan Negeri Meureudu, Pidie Jaya, Aceh, Kamis, 10/04/2025.

Hal itu disampaikan Kuasa Hukum korban, Rahmad Maulidin, dari LBH Aceh, dalam pers release kepada awak media (10/4) malam.

Rahmad Maulidin melihat tuntutan tersebut akan mencederai keadilan. Dan patut dipertanyakan ketika tuntutan JPU kurang dari 1/4 maksimal Pasal yang diterapkan polisi. Ada apa?

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pidie Jaya, M. Faza Adhyaksa, SH, MH, membacakan tuntutan kepada terdakwa Iskandar (saat ini mantan kepala desa Cot Seutui) terlalu ringan dari pasal yang ditetapkan polisi. Polisi telah melimpahkan Kasus Penganiayaan Jurnalis CNN Indonesia TV, Ismail M Adam alias Ismed, ke Kejari Pidie Jaya. Berdasarkan alat bukti dan keterangan para saksi, polisi menjerat tersangka dengan pasal 351 ayat 1 KUHP, dengan ancaman pidana dua tahun delapan bulan Penjara.

Ironisnya, JPU Kejari Pidie Jaya, menuntut tersangka dengan hukuman enam (6) bulan penjara. Tuntutan ini lebih ringan, bahkan kurang dari 1/4 dari maksimal Pasal yang diterapkan polisi.

"Hal ini terkesan, Keadilan di Pidie Jaya sedang dipertanyakan. Terlebih pelaku Penganiayaan adalah seorang kepala desa aktif," terang Rahmad.

Dalam fakta persidangan, semua keterangan saksi menjelaskan bahwa penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa karena tidak senang atas pemberitaan yang ditulis oleh korban.

"Bahkan Terdakwa juga membenarkan bahwa penganiayaan itu dilakukan karena pemberitaan yang ditulis oleh korban. Itu artinya, penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa tidak hanya semata dilihat sebagai tindak pidana penganiayaan biasa, tindakan Terdakwa juga sebagai upaya menghalangi korban dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik," imbuhnya.

Tindakan penganiayaan ini tidak hanya berdampak kepada Ismed selaku korban langsung, tetapi juga berdampak kepada hak publik untuk mendapatkan informasi, dan juga berdampak pada jurnalis lain dalam meliput.

Apa lagi Terdakwa juga merupakan seorang kepala desa, yang seharusnya menjadi alasan pemberat bagi Terdakwa karena melakukan penganiayaan serta berupaya membungkam informasi untuk dikonsumsi ke publik.

Oleh karena itu, kami meminta agar Majelis Hakim lebih objektif melihat kasus ini berdasarkan fakta-fakta persidangan dan mempertimbangkan alasan pemberat Terdakwa yang melakukan penganiayaan terhadap jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik. Serta upaya Terdakwa menghalangi hak publik untuk mendapatkan informasi.

"Kami juga meminta majelis hakim dapat memberikan putusan seadil-adilnya bahkan melebihi tuntutan JPU," tukas Pengacara dari LBH Aceh tersebut. (Rel)

Cari Blog Ini

© Copyright 2022 - LENTERA NASIONAL