Kajari Bireuen RJ Perkara Penganiayaan

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen Munawal Hadi SH MH memfasilitasi proses Restorative Justice (RJ) kasus tindak pidana penganiayaan antara Tersangka R dan Korban H pada Senin (18/9/2023).
BIREUEN - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen Munawal Hadi SH MH memfasilitasi proses Restorative Justice (RJ) kasus tindak pidana penganiayaan antara Tersangka R dan Korban H pada Senin (18/9/2023).

Prosesi RJ dipimpin langsung oleh Kajari didampingi oleh Kasi Pidum Dedi Maryadi SH MH serta Muhaimin Al-Hafiz SH yang bertindak sebagai Jaksa Fasilitator dan dihadiri ke dua belah pihak, termasuk keluarganya dan perangkat Gampong, di ruang Kantor Kejari setempat untuk mencapai penyelesaian damai tersebut.

Munawal Hadi menjelaskan bahwa peristiwa bermula pada hari Kamis, tanggal 15 Maret 2023, ketika korban H sedang melintas di Desa Krueng Juli Barat, Kecamatan Kuala, Kabupaten Bireuen, dalam perjalanan menuju rumah orang tuanya.

Saat itu korban bertemu dengan tersangka R yang mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh kepada korban sehingga memicu adu mulut dan berakhir dengan pemukulan di wajah korban.

Selanjutnya, tersangka menarik korban hingga terjatuh ke aspal dan kemudian malah melanjutkan pemukulan.

Akibat perbuatan tersangka, korban mengalami bengkak di pipi kiri dengan ukuran tiga centimeter panjang dan tiga centimeter lebar, sesuai dengan laporan Visum Et Repertum Nomor: 33/2023 yang dikeluarkan pada tanggal 17 Maret 2023 oleh dr. Muhammad Aqmal, dokter pemeriksa di RSUD dr. Fauziah Kabupaten Bireuen.

Munawal juga menjelaskan bahwa hasil dari proses RJ ini adalah tercapainya kesepakatan antara tersangka dan korban untuk berdamai, yang ditawarkan oleh penuntut umum sebagai fasilitator.

Mereka sepakat untuk menjalani proses perdamaian pada hari Senin tanggal 18 September 2023, di Kantor Kejaksaan Negeri Bireuen.

Selain itu, tersangka juga setuju untuk memberikan biaya pengobatan kepada korban sebesar Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah).

Munawal Hadi menegaskan jika tersangka tidak dapat memenuhi kesepakatan perdamaian dalam jangka waktu 14 hari setelah tahap II, penuntut umum sebagai fasilitator akan mempersiapkan pelimpahan perkara ini ke Pengadilan.

"Jika tersangka tidak memenuhi kesepakatan perdamaian dalam jangka waktu 14 hari setelah tahap II, penuntut umum sebagai fasilitator akan mempersiapkan pelimpahan perkara ke Pengadilan," pungkas Kajari Bireuen. (*)

Cari Blog Ini

© Copyright 2022 - LENTERA NASIONAL