Restorative Justice Kasus Penganiayaan di "Koju" oleh Kejari Bireuen Disetujui JAM Pidum

Kajari Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H., didampingi Kasi Pidum Kejari Bireuen Firman Junaidi, S.E.,S.H.,M.H beserta Jaksa Fasilitator melaksanakan ekspose penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) melalui Direktur A, Nanang Ibrahim Saleh, S.H., M.H., serta dihadiri Kajati Aceh Yudi Triadi, S.H., M.H., secara virtual (28/10).
BIREUEN – Upaya penyelesaian perkara melalui pendekatan Restorative Justice (RJ) kembali membuahkan hasil di Kabupaten Bireuen.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, di bawah kepemimpinan Munawal Hadi, S.H., M.H., didampingi Kasi Pidum Kejari Bireuen Firman Junaidi, S.E.,S.H.,M.H beserta Jaksa Fasilitator berhasil memfasilitasi perdamaian antara pelaku dan korban dalam kasus tindak pidana penganiayaan yang terjadi di Kecamatan Kota Juang.

Kegiatan ekspose penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut berlangsung di Kantor Kejari Bireuen dan disetujui langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) melalui Direktur A, Nanang Ibrahim Saleh, S.H., M.H., serta dihadiri Kajati Aceh Yudi Triadi, S.H., M.H., secara virtual.

Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi menjelaskan, penyelesaian perkara ini menjadi bukti nyata penerapan keadilan restoratif yang menitikberatkan pada pemulihan hubungan antara pelaku dan korban.

"Kami tidak hanya melihat dari sisi hukum semata, tetapi juga aspek kemanusiaan dan sosial agar kedua pihak dapat berdamai tanpa dendam," ujar Munawal Hadi.

Perkara ini bermula pada Kamis, 10 Juli 2025, ketika tersangka berinisial B terlibat perdebatan dengan korban RH di area persawahan Desa Geudong Alue, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen.

Cekcok tersebut memuncak menjadi perkelahian yang menyebabkan korban mengalami luka kena senjata tajam di bagian kepala hingga mengeluarkan darah.

Usai kejadian, tersangka melarikan diri karena panik dan ketakutan.

Berdasarkan hasil penyelidikan, perbuatan tersangka melanggar Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun.

Namun, karena kedua pihak sepakat berdamai dan korban telah memaafkan pelaku, perkara ini diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice.

Munawal Hadi menegaskan bahwa penerapan RJ merupakan bentuk nyata kehadiran hukum yang humanis di tengah masyarakat.

Langkah ini juga menjadi bagian dari arahan Jaksa Agung RI untuk mengedepankan penyelesaian perkara dengan pendekatan pemulihan, bukan semata hukuman.

"Restorative Justice bukan berarti membebaskan pelaku begitu saja, tetapi menempatkan keadilan pada posisi memulihkan, bukan membalas," tegas Munawal.

Cari Blog Ini

© Copyright 2022 - LENTERA NASIONAL