Sabang adalah salah satu kota di Aceh, Indonesia. Kota ini berupa kepulauan di seberang utara Pulau Sumatra, dengan Pulau Weh sebagai pulau terbesar.
Kota Sabang merupakan zona ekonomi bebas yang merupakan "titik nol" untuk wilayah barat Indonesia dengan jumlah penduduk kota Sabang sebanyak 42.559 jiwa pada tahun 2021.
Sejarah Pelabuhan Bebas Sabang (Vrij Haven)
Setelah pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869, kepulauan Indonesia tidak lagi dapat dicapai dari Selat Sunda, tetapi melalui Selat Malaka, dan tentu saja melewati pulau Weh.
Pada tahun 1799, didirikanlah Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) yang membeli rempah-rempah dan hasil perkebunan di wilayah koloninya dengan harga murah yang membuat keuntungan besar bagi Belanda.
Tahun 1883 didirikan "Atjeh Associate" oleh Factorij van de Nederlandsche Handel Maatschappij (Pabrik NHM) dan De Lange & Co. di Batavia (Jakarta) untuk mengoperasikan pelabuhan dan stasiun batubara di Sabang.
Kapal uap dari banyak negara, singgah untuk mengambil bahan bakar batubara, air segar, ataupun memanfaatkan fasilitas perbaikan kapal (docking).
Tahun tahun 1896 Sabang dibuka sebagai pelabuhan bebas (vrij haven) untuk perdagangan umum dan sebagai pelabuhan transit barang-barang terutama dari hasil pertanian Deli.
Sehingga Sabang dikenal dengan potensi pelabuhan internasional melalui lalu lintas perdagangan dan pelayaran dunia dibandingkan Singapura.
Perang Dunia II ikut memengaruhi kondisi Sabang dimana pada tahun 1942 Sabang diduduki pasukan Jepang dan dijadikan basis pertahanan maritim wilayah barat yang terbesar di Sumatra.
Pada masa awal kemerdekaan tahun 1945 Sabang menjadi pusat pertahanan Angkatan Laut Republik Indonesia Serikat (RIS) melalui Keputusan Menteri Pertahanan RIS Nomor 9/MP/50.
Kemudian pada tahun 1965 dibentuk pemerintahan Kotapraja Sabang berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1965 dan dirintisnya gagasan awal untuk membuka kembali Sabang sebagai pelabuhan bebas dan kawasan perdagangan bebas.
Gagasan tersebut diwujudkan dengan terbitnya UU Nomor 3 Tahun 1970 tentang Perdagangan Bebas Sabang dan UU Nomor 4 Tahun 1970 tentang ditetapkannya Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Atas alasan pembukaan Pulau Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Sabang terpaksa dimatikan berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1985.
Kemudian pada tahun 1993 dibentuk Kerja Sama Ekonomi Regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) yang membuat Sabang sangat strategis dalam pengembangan ekonomi di kawasan Asia Selatan.
Pada tahun 1998 Sabang dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang diresmikan oleh Presiden BJ Habibie dengan Keputusan Presiden Nomor 171 Tahun 1998 pada tanggal 28 September 1998.
Pencanangan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dimulai tahun 2000 oleh Presiden KH. Abdurrahman Wahid di Sabang dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2000 pada tanggal 22 Januari 2000.
Selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Aktivitas Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang mulai berdenyut dengan masuknya barang-barang dari luar negeri ke kawasan Sabang pada tahun 2002.
Aktivitas ini terhenti akibat bencana gempa bumi dan tsunami Aceh tanggal 24 Desember 2004, Sabang kemudian dijadikan tempat transit udara dan laut yang membawa bantuan untuk para korban.
Social Header