Tragedi Jambo Keupok. Darah yang Hilang Tanpa Keadilan

Penulis: Alvi Farisyi
Mahasiswa Fakultas Hukum dan Syariah, UIN Ar-Raniry.
NIM :210106086

Opini - Tragedi Jambo Keupok. Memori yang Harus Dikenang dan Keadilan yang Belum Terwujud.

Tragedi 17 Mei 2003 merupakan salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah Aceh, di mana 16 nyawa tak berdaya dari masyarakat sipil direnggut dengan kejam.

Peristiwa ini menimbulkan trauma yang mendalam bagi masyarakat Aceh dan masih berbekas hingga saat ini. Kehadiran negara dalam menangani kasus pelanggaran HAM ini masih belum sepenuhnya terlihat, dan keadilan bagi para korban dan keluarganya belum terwujud. Artikel ini bertujuan untuk mengingatkan dan mengadvokasi pentingnya mengenang tragedi ini serta mendorong upaya mencapai keadilan bagi korban dan keluarga mereka.

Latar Belakang

Sebelum terjadinya perdamaian dan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Aceh dikenal sebagai provinsi rawan konflik yang ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Selama periode tahun 1976 hingga 2005, Aceh dilanda konflik bersenjata yang berdampak buruk bagi masyarakat sipil. Tragedi dan kekerasan yang terjadi selama periode tersebut merupakan pelanggaran HAM yang berat dalam berbagai bentuk.

Salah satu tragedi terbesar terjadi pada 17 Mei 2003, di mana 16 orang warga sipil yang tak berdaya menjadi korban pembunuhan dengan penyiksaan yang mengerikan. Masyarakat di Gampong Jambo Keupok disiksa, ditembak, dibunuh, bahkan ada yang dibakar hidup-hidup oleh ratusan pasukan militer. Kejadian ini menimbulkan trauma yang begitu besar bagi masyarakat, yang terpaksa mengungsi ke masjid terdekat selama 44 hari karena takut akan kembali adanya tindakan kekerasan.

Ketidakadilan dan Trauma yang Berlanjut

Setelah kejadian tragis ini, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 28/2003 yang menetapkan Aceh sebagai daerah Darurat Militer (DM). Namun, seiring waktu berlalu status DM dicabut, keadilan bagi para korban dan masyarakat Aceh masih belum tercapai. Pelaku kejahatan yang harus bertanggung jawab atas tragedi tersebut tidak dihukum secara tegas, dan masyarakat Aceh masih hidup dengan ketidakpastian dan trauma yang berlanjut.

Keadilan yang belum terwujud bagi korban dan keluarganya juga menjadi catatan kelam dalam penanganan kasus pelanggaran HAM di Aceh. Negara belum sepenuhnya hadir dalam upaya menangani kasus ini dengan memberikan keadilan yang pantas bagi para korban. Akibatnya, korban dan keluarga mereka terus menderita dan tidak mendapatkan pemulihan yang adil.

Mengenang Tragedi Jambo Kepok dan Mendorong Keadilan

Hari ini, 17 Mei 2023, merupakan peringatan 20 tahun tragedi yang mengambil nyawa 16 orang masyarakat Aceh yang tak berdaya. Sebagai bangsa yang beradab, penting bagi kita untuk mengenang tragedi ini setiap tahunnya sebagai pengingat akan kekejaman yang pernah terjadi dan sebagai bentuk penghormatan kepada para korban.

Selain itu, tindakan pembunuhan dan penyiksaan yang terjadi dalam tragedi ini merupakan pelanggaran HAM yang tidak boleh diabaikan. Negara harus bertanggung jawab dan memastikan bahwa para pelaku kejahatan ini diadili dan menerima hukuman yang setimpal sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan. Keadilan harus ditegakkan tidak hanya untuk memenuhi tuntutan korban dan keluarga mereka, tetapi juga untuk memastikan bahwa tragedi serupa tidak terulang di masa depan.

Selama 20 tahun berlalu, korban dan keluarga mereka terus hidup dengan beban trauma yang tak terhapuskan. Negara memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan dukungan dan pemulihan yang memadai bagi mereka. Program rehabilitasi fisik dan psikologis harus disediakan untuk membantu korban mengatasi dampak traumatis yang mereka alami.

Selain itu, penting bagi negara untuk melakukan investigasi menyeluruh dan transparan terhadap tragedi ini. Fakta-fakta harus diungkap, pelaku diidentifikasi, dan kebenaran harus ditemukan. Hanya melalui proses yang adil dan transparan, masyarakat dapat memperoleh kepercayaan kembali kepada negara dan sistem peradilan.

Dalam mengenang tragedi ini, mari kita semua bersatu untuk memastikan bahwa para korban mendapatkan keadilan yang mereka layak dan bahwa pelanggaran HAM semacam ini tidak lagi terjadi di masa depan. Kita harus terus mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk bertindak secara tegas, menghormati HAM, dan menjamin perlindungan yang adil bagi semua warga negara.

Akhirnya, marilah kita mengucapkan doa dan memberikan penghormatan kepada para korban. Semoga di hadapan maha kuasa, mereka mendapatkan keadilan yang hakiki dan perdamaian yang abadi. Tragedi 17 Mei 2003 harus terus dikenang agar tidak terulang lagi, dan perjuangan untuk keadilan harus terus berlanjut.

Cari Blog Ini

© Copyright 2022 - LENTERA NASIONAL