Potret Kemiskinan Pidie Jaya. Cerita, Data & Derita

Opini
Meureudu - Kabupaten Pidie Jaya hampir 20 Tahun dimekarkan dari daerah induk sebelumnya Pidie dengan segudang anggaran, pendanaan dan pembiayaan, baik struktur, infrastruktur, sarana maupun prasarana. Hal ini tentunya bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan pemerataan hasil-hasilnya oleh seluruh penghuni bumi yang dulu dikenal dengan sebutan 'Japakeh'.

Haru, bahagia dan sejahtera begitu terasa ketika daerah ini dipimpin oleh Bupati definitif pertama yang dikenang oleh rakyatnya sebagai "Bapak Pembangunan Pidie Jaya" Allahumaghfirlahu, H.M. Gade Salam yang telah berpulang 4 tahun silam dan rakyatnya mengenang in memoriam.

Rakyat Pidie Jaya tentunya berharap 2024 mendatang daerah ini dipimpin oleh figur yang memiliki kemiripan dengan sosok "Pak Gade", terutama perhatiannya kepada masyarakat baik di penjuru Timur maupun Barat.

Setelah kepergian Gade untuk selama-lamanya, estafet kepemimpinan Pidie Jaya selama 2 periode berturut-turut dipimpin oleh duet yang mengklaim dirinya sebagai "ASLI". Harapan rakyat untuk hidup sejahtera seperti era Bang Gade jauh panggang dari api, keinginan itu tinggal harapan.

Hampir sepuluh tahun menjabat tidak ada satupun bangunan monumental berdiri di Kabupaten Pidie Jaya, bahkan sederetan janji politik pun tinggal janji sebagai guyonan dipanggung kampanye.

Pembebasan lahan jalan dua jalur, pembebasan lahan parkir Islamic Center, Masjid Agung Kabupaten, penataan Ibukota Kabupaten yang representatif dan sederet janji lainnya tak pernah terealisasi hingga membuat rakyat frustrasi dengan kepemimpinan duet ASLI ini, apalagi menagih kesejahteraan dan meminta mengentaskan kemiskinan. Pasangan ini bisa apa?

Potret Kemiskinan

Sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) Pidie Jaya mendapatkan anggaran yang luar biasa, baik APBK, APBN, PAD dan dana otonomi khusus. Akan tetapi daerah ini tetap saja masih tertinggal, rakyatnya hidup dalam derita dan jauh dari kata 'sejahtra', telisik punya telisik duet 'ASLI' menjalankan roda pemerintahan Pidie Jaya bak sebuah perusahaan pribadi, yang penting ada kesepakatan diantara Direksi dan Komisaris, urusan pekerja atau tenaga outsourcing urusan ke tujuhbelas.

Analisa ini bukan tanpa data, betapa tidak anggota parlemen DPRK Pidie Jaya ikut bersuara bahwa penempatan anggaran tidak sesuai dengan hasil Musrenbang dan RPJM yang telah ditetapkan.

Peruntukan anggaran belum memihak kepada rakyat Pidie Jaya melainkan program-program yang menguntungkan sekelompok orang saja. Betapa pilu dan derita kian terasa, duet ASLI tidak memiliki program, kebijakan dan terobosan komprehensif dalam mengentaskan kemiskinan dan menekan angka pengangguran.

Realitanya, penempatan anggaran dengan jumlah fantastis oleh Pemerintah Pidie Jaya diprioritaskan hanya di 2 Dinas yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Perkebunan dan Peternakan, hal ini karena kedua Dinas tersebut terindikasi sebagai 'sumber cuan' para pengusul program dan kroni-kroninya.

Melansir berita sinarpidie.co yang tayang pada 31 Desember 2021 dengan judul "Pidie Jaya & Perampasan Hak Warga Miskin", berita tersebut mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) dimana Tahun 2020 terdapat 30,97 ribu warga Pidie Jaya adalah masyarakat miskin, selain itu terdapat 3.021 pemuda Pidie Jaya usia produktif tercatat sebagai pengangguran.

Sungguh malang, kesedihan bercucuran air mata rakyat Pidie Jaya hidup derita ditengah-tengah melimpahnya APBK dan anggaran untuk kemakmuran dan kesejahtraan, tapi hidup dalam penderitaan. Wallahu A’lam Bishshawab.

Penulis: Refan Nurreza
Mahasiswa Pidie Jaya

Cari Blog Ini

© Copyright 2022 - LENTERA NASIONAL